Sejarah Pulau Madura

  A. SEJARAH PULAU MADURA 
   Perjalanan Sejarah Madura dimulai dari perjalanan Arya Wiraraja sebagai Adipati pertama di Madura pada abad 13. Dalam kitab nagarakertagama terutama pada tembang 15, mengatakan bahwa Pulau Madura semula bersatu dengan tanah Jawa, ini menujukkan bahwa pada tahun 1365an orang Madura dan orang Jawa merupakan bagian dari komunitas budaya yang sama.
    Sekitar tahun 900-1500, pulau ini berada di bawah pengaruh kekuasaan kerajaan Hindu Jawa timur seperti KediriSinghasari, dan Majapahit. Di antara tahun 1500 dan 1624, para penguasa Madura pada batas tertentu bergantung pada kerajaan-kerajaan Islam di pantai utara Jawa seperti Demak, Gresik, dan Surabaya. Pada tahun 1624, Madura ditaklukkan oleh Mataram. Sesudah itu, pada paruh pertama abad kedelapan belas Madura berada di bawah kekuasaan kolonial Belanda (mulai 1882), mula-mula oleh VOC, kemudian oleh pemerintah Hindia Belanda. Pada saat pembagian provinsi pada tahun 1920-an, Madura menjadi bagian dari provinsi Jawa Timur.[1]
    Sejarah mencatat Aria Wiraraja adalah Adipati Pertama di Madura, diangkat oleh Raja Kertanegara dari Singosari, tanggal 31 Oktober 1269. Pemerintahannya berpusat di Batuputih Sumenep, merupakan keraton pertama di Madura. Pengangkatan Aria Wiraraja sebagai Adipati I Madura pada waktu itu, diduga berlangsung dengan upacara kebesaran kerajaan Singosari yang dibawa ke Madura. Di Batuputih yang kini menjadi sebuah Kecamatan kurang lebih 18 Km dari Kota Sumenep, terdapat peninggalan-peninggalan keraton Batuputih, antara lain berupa tarian rakyat, tari Gambuh dan tari Satria.
B. GEOGRAFIS PULAU MADURA
    Kondisi geografis pulau Madura dengan topografi yang relatif datar di bagian selatan dan semakin kearah utara tidak terjadi perbedaan elevansi ketinggian yang begitu mencolok. Selain itu juga merupakan dataran tinggi tanpa gunung berapi dan tanah pertanian lahan kering. Komposisi tanah dan curah hujan yang tidak sama dilereng-lereng yang tinggi letaknya justru terlalu banyak sedangkan di lereng-lereng yang rendah malah kekurangan dengan demikian mengakibatkan Madura kurang memiliki tanah yang subur.
    Secara geologis Madura merupakan kelanjutan bagian utara Jawa, kelanjutan dari pengunungan kapur yang terletak di sebelah utara dan di sebelah selatan lembah solo. Bukit-bukit kapur di Madura merupakan bukit-bukit yang lebih rendah, lebih kasar dan lebih bulat daripada bukit-bukit di Jawa dan letaknyapun lebih bergabung.
    Luas keseluruhan Pulau Madura kurang lebih 5.168 km², atau kurang lebih 10 persen dari luas daratan Jawa Timur. Adapun panjang daratan kepulauannya dari ujung barat di Kamal sampai dengan ujung Timur di Kalianget sekitar 180 km dan lebarnya berkisar 40 km. Pulau ini terbagi dalam empat wilayah kabupaten. Dengan Luas wilayah untuk kabupaten Bangkalan 1.144, 75 km² terbagi dalam 8 wilayah kecamatan, kabupaten Sampang berluas wilayah 1.321,86 km², terbagi dalam 12 kecamatan, Kabupaten Pamekasan memiliki luas wilayah 844,19 km², yang terbagi dalam 13 kecamatan, dan kabupaten Sumenep mempunyai luas wilayah 1.857,530 km², terbagi dalam 27 kecamatan yang tersebar diwilayah daratan dan kepulauan.
C. AGAMA MASYARAKAT MADURA
    Mayoritas masyarakat suku Madura hampir 100 % beragama Islam, bahkan suku Madura yang tinggal di Madura bisa dikatakan 100 % muslim. suku Madura terkenal sangat taat dalam beragama Islam, seperti halnya suku Melayu atau suku Bugis yang juga sangat menjunjung agama Islam dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu sebabnya dengan adanya Pondok Pesantren yang tersebar di seluruh pulau madura. Misalnya Pondok Pesantren Al-Hamidiyah blega bangkalan, Pondok Pondok pesantren miftahul ulum panyepen, Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata, pondok pesantren Al hamidiy banyuanyar, Pondok Pesantren Darul Ulum Banyuanyar di Kabupaten Pamekasan, Pondok pesantren Annuqayah disingkat PPA pesantren yang terletak di desa Guluk-Guluk, Pondok Pesantren Al-Amin di Sumenep dan, Pondok Pesantren Syaikhona Kholil Bangkalan, Pondok Pesantren Attaraqqi Sampang, dan pesantren-pesantren lainnya dari yang memiliki santri ribuan, ratusan, dan puluhan yang tersebar di Pulau Madura. Pesantren-pesantren begitu mengakar dalam kehidupan masyarakat Madura karena pesantren tidak sekadar mengajar ilmu agama tetapi juga mempunyai kiprah dalam kehidupan sosial kemasyarakatan dan peduli pada nasib rakyat kecil.
D. ULAMA KARISMATIK DI PULAU MADURA

Makam-makam keramat yang terdapat di Pulau Garam tersebut umumnya adalah makam para ulama dan kyai yang berperan menyebarkan agama Islam. Makam para kyai atau wali dalam Bahasa Madura juga sering disebut dengan Buju’, sedangkan kompleks makam disebut “pasarean”. Ada juga makam para raja yang sempat memerintah di Kerajaan Madura. Berikut delapan makam yang banyak dikunjungi saat mudik di Madura:
1. Makam Syaikhona Kholil.

Di kalangan umat Islam, khususnya Warga Nahdliyyin (NU), Raden Kyai Haji Kholil atau yang biasa disapa Mbah Kholil sangat terkenal karena beliau adalah guru dari pendiri NU, KH Hasyim Asy’ari. Makamnya terletak di dalam masjid Desa Mertajasah Kecamatan Kota Kabupaten Bangkalan.

2. Batu Ampar.



Pasarean yang terletak di Desa Proppo Barat, Pamekasan ini dimakamkan seorang ulama yang bernama Syaikh Abdul Manan.

3. Asta Tinggi.



Ini merupakan kawasan pemakaman khusus para raja dan keluarganya yang terletak di dataran tinggi bukit Kebon Agung Sumenep. Penataan makam dan pintu gerbangnya artistik dan indah.

4. Aeng Matah Ebuh (Air Mata Ibu).



Wisata religi Madura © 2016 brilio.net




Ini juga merupakan kompleks makam para pembesar kerajaan yang terletak di Bangkalan.

5. Syekh Yusuf Talango.



Wisata religi Madura © 2016 brilio.net




Guna mencapai makam ini, pengunjung harus menyeberang sekitar 15 menit dari pelabuhan Kalianget yang terletak di ujung Timur Madura.

6. Sunan Cendana.



Makam ini memang tidak seterkenal Makam Mbah Kholil dan juga Batu Ampar, namun bagi masyarakat Bangkalan, khususnya Kecamatan Kwanyar, Makan Sunan Cendana selalu mereka kunjungi saat mudik.

7. Masjid Agung Sumenep.



Letaknya di jantung Kota Sumenep. Masjid ini memiliki arsitektur bernuansa Tiongkok.

8. Keraton Sumenep.

Keraton yang terletak tidak jauh dari Masjid Agung ini banyak menyimpan banyak hal bersejarah tentang kejayaan Kerajaan Sumenep di masa silam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEJARAH MAKAM AGUNG PLANGGARAN BLEGA BANGKALAN

Awal Pergerakan Islam di INDONESIA