Menyikapi Malu Menurut Ulama, Salaf


وقد قالوا : العبادة اثنان وسبعون بابا أحد وسبعون فى الحياء من الله تعالى وواحد فى جميع أنواع البر،
‘Ulama’ salaf berkata; “’Ibadah memiliki 72 pintu, yang 71 pintu ada pada rasa malu kepada Allah Ta’ala, dan yang satu pintu ada pada segala macam ‘amal kebajikan”.
وفى الحديث : "استحيوا من الله تعالى حق الحياء" . قالوا : إنا نستحي يا رسول الله والحمد لله . قال : "ليس ذلك، ولكن من استحيا من الله تعالى فليحفظ الرأس وما وعى والبطن وما حوى وليذكر الموت والبلى، ومن أراد الآخرة ترك زينة الحيات الدنيا فمن فعل ذلك فقد استحي من الله تعالى حق الحياء".
Dalam sebuah hadits disebutkan; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda; “Malulah engkau kepada Allah Ta’ala dengan sebenar-benar malu”. Mereka (Shahabat) berkata; Wahai Rasulallah, sesungguhnya kami malu, alhamdulillah. Beliau menjawab: “Bukan demikian, tetapi barangsiapa yang malu kepada Allah Ta’ala dengan sebenar-benar malu, hendaklah ia menjaga kepala dan apa yang dikandungnya, menjaga perut dan apa yang ditampungnya, hendaklah ia mengingat kematian dan kebinasaan, barangsiapa yang menginginkan akhirat, hendaklah ia meninggalkan perhiasan dunia. Barangsiapa yang melakukan itu semua, ia telah malu kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan sebenar-benar malu”.
وكان الفضيل رحمه الله يقول : خمس من علامات الشقاء : القسوة فى القلب وجمود العين وقلة الحياء والرغبة فى الدنيا وطول الأمل .
Fudlail bin ‘Iyad rahimahullahu Ta’ala berkata; “Tanda-tanda orang celaka ada lima; Berhati keras (tidak mau menerima nasehat), bermata beku (tidak mau melihat kebenaran), sedikit memiliki rasa malu, cinta kemewahan dunia dan panjang angan-angan”.
وكان الثري رحمه الله يقول : إن الحياء والأنس يطرقان القلب، فإن وجدا فيه الزهد والورع حطا وإلا رحلا، وعلامة المستحي عدم وقوعه فى الذنب . قلت : لعل المراد بعدم الوقوع عدم الإصرار .
Syiakh As-Tsary rahimahullahu Ta’ala berkata; “Sesungguhnya rasa malu dan bahagia senantiasa mengetuk hati, lalu apabila keduanya menemukan zuhud dan wira’i, maka ia akan tinggal didalamnya, jika tidak, maka ia akan pergi. Dan tanda-tanda orang yang malu adalah ia tidak menjerumuskan dirinya ke dalam perbuatan dosa”. Aku berkata; Mungkin yang dimaksud dengan tidak menjerumuskan diri ke dalam perbuatan dosa ialah; Tidak terus-menerus berbuat dosa.
وقد سئل سيدى على المرصفى رحمه الله تعالى عن معنى قولهم : لا يكون المريد مستقيما فى التوبة حتى لا يكتب عليه ملك الشمال ذنبا عشرين سنة، هل المراد أنه لا يقع فى معصية أصلا أم المراد أنه لا يصر بل يتوب ويستغفر على الفور؟
فقال : "المراد الثانى، لأن المريد الصادق إذا وقع فى الذنب بادر إلى التوبة والإستغفار فانمحى عند ذلك الذنب على الأثر فلا يجد الملك شيئا يكتبه لأنه يمكث أكثر من ساعة لعل العبد يتوب ويستغفر، فإذا ندم العبد واستغفر ترك الملك كتابة الذنب" .
Tuanku ‘Aly Al-Murshifi rahimahullahu Ta’ala pernah ditanya tentang ma’na pernyataan para ‘ulama’; “Seorang murid tidak akan lurus dalam bertaubat hingga malaikat yang ada disebelah kirinya tidak mencatat suatu selama 20 tahun”, Apakah yang dimaksud adalah seorang murid yang sama sekali tidak pernah terjerumus kedalam perbuatan ma’shiyat, atau apakah ia tidak terus-menerus mengerjakan, tapi ia bertaubat dan beristighfar dengan segera?
Beliau menjawab; “Yang dimaksud adalah yang kedua, karena murid yang bersungguh-sungguh apabila terjerumus ke dalam suatu dosa, ia segera bertaubat dan beristighfar hingga bekas dosanya terhapus, dan malaikat tidak menemukan suatu apapun yang dapat dicatatnya, karena malaikat yang ditugaskan mencatat dosa, diam (tidak langsung mencatatnya) lebih lama dari satu jam (menunggu) barangkali hamba itu akan bertaubat dan memohon ampun, apabila seorang hamba merasa menyesal dan memohon ampun kepada Allah Ta’ala (diantara waktu tersebut), maka malaikat meninggalkan untuk mencatat dosa tersebut”.
ثم لايخفى أن الملكين لا يكتبان إلا المعاصي القولية والفعلية إذا تلفظ بها صاحبها أو قال : فعلت كذا وكذا لقوله تعالى فيهما : "كراما كاتبين يعلمون ما تفعلون". والعلم غير الكتابة، فافهم .
Dan tidak diragukan lagi bahwa kedua malaikat tersebut tidak akan mencatat kecuali perbuatan ma’siyat yang berupa ucapan dan perbuatan apabila pelakunya mengatakan kema’siyatan tersebut, atau berkata; Aku telah berbuat begini dan begitu, berdasarkan firman Allah Ta’ala mengenai keduanya; “Seungguhnya bagi kamu ada (malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu), yang muliya (disisi Allah) dan mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu), mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Al-Infithar 10-12). 

Kitab Rujukan 
@Minnahus saniyah 
@Bahasa Indonesia 
@Dan Beberapa sumber lainnya
@Blog R-Ganzaz 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEJARAH MAKAM AGUNG PLANGGARAN BLEGA BANGKALAN

Sejarah Pulau Madura

Awal Pergerakan Islam di INDONESIA